TAMAN ALUN-ALUN KOTA LUMAJANG |
Pulang
dari pulau Borneo tepatnya dari Sintang, Kalimantan Barat Di kota Lumajang ini
lah petualangan ku di Jawa Timur di Mulai. 1 Februari 2012 untuk pertama
kalinya aku menginjakkan kaki di kota Pisang ini. Di daerah Tompokersan
Lumajang aku menghabiskan hari-hariku kurang lebih selama 5 bulan.
Perjalanan
dari Klaten ke Lumajang dengan bus naik dari terminal Tirtonadi Solo. Saat itu
cukup enam puluh ribu saja sudah bisa untuk satu kali naik bus itu. Walau aku
belum pernah ke sana sebelumnya. Aku nekad saja. Kenapa dibilang nekad? Saya
sendiri dan belum pernah mengenal di mana itu kota Lumajang.
Semalaman
ku habiskan di jalan. Untuk menuju kota di ujung pulau Jawa bagian Timur ini.
Melelahkan memang, apalagi saat itu keadaan tidak bersahabat. Perut mual
sepanjang jalan. Jalan di daerah Pasuruan macet hingga menambah lelah yang ada.
Tiga belas jam ku habiskan di sepanjang jalan dari Solo menuju Terminal Menak
Koncar di Lumajang.
Cukup lama memang. Tapi tak apa.
Sampai
di sana, aku tak tau arah. Hingga aku telpon seorang teman yang juga sebetulnya
belum ku kenal sebelumnya. Mungkin lebih tepatnya calon teman kerja.
Sepuluh
menit lebih aku harus menunggu.
Tiba
di kantor tempat aku akan bekerja, di sana tak banyak orang. Hanya beberapa
saja. Ada pak Bos Nur, mas Hartanto dan mas Yono si Sales. Dan yang pasti ada
mba Muslimatun alias mba Mus yang akan mengajariku tentang job ku di sana.
Yaaa….karna dia yang akan ku gantikan. Tak usah tanya kenapa dia minta mutasi
kerja ke kantor Pusat. Lanjut saja siapa yang ada di Lumajang. Ada mba Iin
orang kantor pusat yang mengurusi serah terima saat itu. Ada mba Hanny, istri
mas Tanto. Dia seperti orang Chineses, walau dia turunan Jawa Tulen. Asli dari
Boyolali.
Hari
pertama tinggal di sana tak begitu buruk. Hari-hari berikutnya juga lumayan,
daripada lumanyun. Hanya saja udara di sana tak seperti di Klaten dan Sintang.
Dingin membuatku selalu malas bangun pagi.
Hanya
tiga hari saja aku ditemani mba Mus, dia harus segera ke Klaten untuk dipindah
tugaskan. Tak apa walau hanya sendiri. Toh masih ada mba Hanny yang akan
menemaniku. Walau dia juga bekerja di tempat yang berbeda, dan jarang bisa
menemaniku.
Baru
satu bulan di Lumajang aku ingin pulang kampung. Bulan Maret saat libur aku
putuskan untuk pulang ke Klaten. Di rumah hanya tiga hari. Aku kembali lagi ke
Lumajang.
Kali
ini aku coba menggunakan kereta ekonomi Sritanjung Klaten – Lumajang. Tigapuluh
enam ribu cukup murah dibanding harga tiket bus.
Lagi-lagi
ini pengalaman pertamaku naik kereta SENDIRIAN ke Lumajang. Banyak sekali
penjual makanan dalam kereta hingga membuatku pening. 6 jam kereta melaju dari
Klaten sampai ke Stasiun Surabaya. Sebelum melanjutkan ke Lumajang kereta harus
ganti kepala. Yang tadinya aku di depan, sekarang di belakang. Surabaya,
Sidoarjo, Bangil, Pasuruan, Probolinggo hingga Stasiun Klakah Lumajang. Kurang
lebih saat magrib kereta tiba. Bingung sudah pasti. Tak tau harus bagaimana ke
kota. Mau minta dijemput, HP is dead. Dengan sok yes nya saya bertanya-tanya
sama petugas stasiun. Katanya harus naik bus. Menunggu bus tak masalah pikirku.
Ternyata bus susah sekali di stop. Apa mungkin karena hari gelap aku jadi tidak
terlihat? Entahlah. Daripada nunggu lama dan malu tak bisa menghentikan bus.
Aku pura-pura bertanya arah ke stasiun sama seorang penjual di sana.
Dan…ternyata selama itu aku menunggu aku salah arah. Bisa-bisa balik lagi ke
Surabaya. Harusnya nyebrang dulu baru nyari bus arah terminal Menak Koncar.
Dulu cukup bayar tiga ribu rupiah saja. Sampai di terminal naik Ojeg ke kota.
Katanya karena hari sudah malam maka dia minta lima belas ribu. Perjalanan yang
begitu panjang.
Hariku
lalui dengan biasa. Hambar. Tak ada teman bercerita. Tak ada teman untuk ku
jahili. Dan banyak lagi…. Begitu banyak alasan hinggal membuat ku untuk
memutuskan resign kerja.
Cahyo,
dia penggantiku yang juga sekaligus teman pelatihan dulu. Satu angkatan saat
masuk di PT yang cukup punya nama besar di kota ku ini. Dia sangat cerewet,
bahkan sangat usil. Tapi dia baik. Hampir tiap malam kita wisata kuliner di
Lumajang. Mulai dari bebek goreng dekat kantor Pos Lumajang. Makan di stadion
Lumajang saat malam juga. Beli ayam bakar hingga nasinya ketinggalan di
warungnya. Membuat kita harus masak nasi malam-malam.
Sebelum
aku pulang dia minta makan sate. Entah apa yang merasuki dia. Hingga tiba-tiba
dia ingin makan sate di saat hari sudah mulai malam. Setelah keliling kota,
kita temukan penjual sate asli Madura. Jujur aku tak pernah beli sate di sana.
Karena aku tak suka sate kambing. Mungkin karena ketidaktauanku itu yang
menjadikan malam itu terlihat begitu konyol. Saat mulai memesan sate,
penjualnya tanya “Beli berapa??” ku jawab “Dua porsi” kenapa dia tanya lagi
“Dua porsi berapa tusuk?” dalam hatiku “What? Bukannya situ yang jualan? Kenapa
tanya sama pembeli?, satu porsi isi berapa tusuk kan kamu yang nentuin.”
kemudian ku jawab “Satu porsi berapa tusuk mas?” dia hanya menjawab “Terserah
kamu”. Ngajak berantem nih orang pikirku. Setelah berembuk bingung dengan Cahyo
akhirnya kita membeli 2 porsi masing-masing sepuluh tusuk. Setelah menunggu
cukup lama dan cukup bau asap juga si sate akhirnya datang juga. Yang lebih
menyebalkan adalah si sate hanya datang 1 porsi.
Minggu
terakhir di sana ku coba nikmati Car Freeday di alun-alun kota. Lupa apa yang
kita beli saat itu. Yang pasti jajanan anak kecil itu. Mungkin nasi pecel. Tapi
entah lah.
Tak
banyak tempat yang ku singgahi di kota ini. Hanya alun-alun kota Lumajang saja.
Tak banyak memang tempat yang aku tau di sini. Sedih sih,,,, tapi tak ada yang
harus di sesali. Ingin rasanya menakhlukkan Maha Meru itu. Tapi belum terwujud
keinginan itu aku harus menyudahi petualangan ku di sana. Dan petualangan ku di
PT tempat pertamaku bekerja.
Mba
Mus yang sudah nyaman di Klaten dekat dengan keluarganya. Walau kita sekarang
hilang kontak. Tapi aku tak akan pernah melupakannya. Mba Hanny dan mas Tanto
yang sekarang sudah dikaruniai seorang putri, mas Yono yang entah kapan married
nya walau sudah banyak calonnya. Pak Bos yang katanya mau mutasi tapi tak
jadi-jadi, dan Cahyo yang masih tetap semangat berjuang. Dia sisa terakhir dari
teman-teman seangkatan masuk (Mba Ifah di Pekalongan juga resign karena married
dengan si Sales di sana, Erna juga lebih dulu resign karena tak mau ditempatkan
di Luar Jawa itu, Nenita juga menyusul resign aku). Hanya dia (Cahyo) yang
masih bertahan. Di Lumajang juga ini aku bisa mengenal mba Istonik yang asli
Kediri tapi kerja di Probolinggo, Mba Ari yang asli Trucuk tapi logat bicaranya
sudah seperti orang Pasuruan. Ngomong cepat dan tanpa titik koma sudah jadi
ciri dia. Dan mba Yuni yang paling alim dari Jogja tapi terdampar di Situbondo.
Terimakasih teman-teman semua. Kalian begitu luar biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar